Pada awal
abad XX,
Cirebon adalah kota yang jorok dan
dilecehkan. Keadaan Cirebon
tidak teratur, kotor, becek, penuh lumpur dan comberan, serta tidak mempunyai
saluran pembuangan air limbah rumah tangga. Keadaan ini menjadi semakin buruk dengan adanya “Kali Bacin” yang dipenuhi tumpukan kotoran yang telah terendam air asin dan
menaburkan aroma yang tidak sedap. Penunumpukan
kotoran tersebut disebabkan kelancaran aliran air sungai sangat tergantung pada pasang-surut
air laut. Ketika laut pasang, sampah dan kotoran yang telah terendam air laut
masuk ke dalam sungai dan kemudian menjadi tumpukan yang tebal di muara sungai.
Akibatnya, setiap tahun ketika musim hujan Cirebon selalu terkena banjir dengan
ketinggian mencapai sekitar satu meter.
Gemeente Cirebon membuat kebijakan-kebijakan yang bertujuan untuk
mengubah kondisi dan citra kota Cirebon itu. Gemeente Cirebon dengan
semboyan “per aspera ad astra” yang tertera di dalam lambangnya
memberikan petunjuk arah kebijakan pembangunan kota Cirebon pada masa awal abad
XX. Semboyan itu mengandung sebuah semangat untuk membangun kota dalam mencapai
kemakmuran. “Per aspera ad astra” diartikan sebagai “dari duri onak dan rawa-rawa menuju bintang”. Gemeente
Cirebon bermaksud
untuk mengubah keadaan kota yang semula dipenuhi semak berduri dan rawa-rawa, Cirebon
yang terbelakang dan belum berkembang, menuju sebuah keadaan menyerupai
bintang, suatu titik cahaya yang menarik pandangan.
Upaya-upaya yang
dilakukan oleh Gemeente Cirebon adalah memperbaiki dan membangun
prasarana yang dapat mengubah kondisi fisik dan citra Kota Cirebon. Jenis-jenis prasarana sosial yang dibangun
meliputi pengadaan prasarana air bersih, prasarana kesehatan, dan penerangan
jalan. Upaya-upaya untuk menciptakan kebersihan kota dilakukan oleh Gemeente
Cirebon secara simultan
melalui pembuatan saluran air, penghilangan genangan air limbah dan hujan,
pembuangan sampah dan kotoran, pembuatan
kakus dan pemandian umum. Kegiatan-kegiatan itu juga berkaitan dengan upaya Gemeente Cirebon dalam pemberantasan
penyakit malaria. Kali Bacin yang
dianggap sebagai salah satu sumber penyakit akibat bau tidak sedap yang
menyengat dan membuat lingkungan menjadi kumuh ditutup pada 1917. Penutupan
dilakukan melalui pengurugan dan area bekas Kali Bacin berubah menjadi jalan,
gedung, dan pabrik rokok British-American-Tobacco-Comp. Untuk mendukung program di bidang kesehatan masyarakat, Gemeente Cirebon mendirikan Rumah Sakit Oranje.
“Oranje Ziekenhuis“
Pembangunan
Rumah Sakit Umum Daerah Gunung Jati Kota Cirebon, awalnya diajukan oleh Dewan
Kota pada tahun 1919 dan kemudian pada tanggal 14 Maret 1920 dilaksanakan
peletakan batu pertama pembangunan gedung rumah sakit yang terletak di Jalan Kesambi. Rumah sakit selesai
dibangun dan diresmikan pada tanggal 31 Agustus 1921 oleh De Burgermeester Van Cheribon “J.
H Johan”, sehingga tanggal 31 Agustus 1921
ditetapkan sebagai hari lahir RSUD Gunung Jati Kota Cirebon. Pembangunan
rumah sakit pada waktu itu
dinilai sangat mewah dan mahal, biayanya adalah f.544.00,- (lima ratus empat
puluh empat gulden) yang diperoleh dari Gemeente
Van Cheribon ditambah dana dari pabrik gula sewilayah Cirebon serta dana
para dermawan. Rumah sakit
mulai berfungsi pada tanggal 1 September 1921 sebagai Gemeemtelijk Ziekenhuis
dengan nama “Oranje Ziekenhuis“,
dibawah pimpinan dr. E. Gottlieb sebagai kepala
rumah sakit yang pertama.
Rumah Sakit “ORANJE” pada saat
itu mempunyai kapasitas 133 tempat tidur yang terdiri dari ruang direktur,
ruang tata usaha, ruang portir, ruang apotek, ruang polikklinik, ruang
laboratorium, ruang kamar bedah, ruang dapur, ruang cucian, ruang generator
listrik, kamar mayat, ruang zuster-huis,
ruang hooftzuster-huis, asrama putri,
ruangan rawat dengan kapasitas 133
tempat tidur yang terbagi menjadi 7 tempat tidur kelas 1, 16 tempat tidur kelas
2, 24 tempat tidur kelas 3, 56 tempat tidur kelas 4, 16 tempat tidur untuk
penyakit setengah menular dan 16 tempat tidur untuk penyakit menular. Data
mengenai perkembangan selanjutnya antara tahun 1922-1929 didapat dari buku
peringatan 50 Tahun Kota Besar Tjirbon, yang mengutarakan perkembangan jumlah
hari perawatan dari 4 macam kelas perawatan dari tahun 1922 sampai 1929.
Perkembangan selanjutnya antara tahun 1930 sampai dengan 1940 tidak banyak diketahui.
Menjelang pendudukan Jepang ada perubahan baik
bentuk fisik maupun susunan ruangan yang
disesuaikan dengan kebutuhan
dan tingkat perkembangan pada waktu itu, antara lain
diadakannya kamar bersalin, kamar rontgen/fisioterapi, asrama siswa kesehatan
dan ruang administrasi. Pada tanggal 1 Maret 1942 seluruh rumah sakit beserta sarananya dievakuasi ke Rumah Sakit
Sidawangi selama kurang lebih 2 minggu dan setelah
kembali ke Kota Cirebon pada tanggal 15 Maret 1942, nama rumah
sakit diubah dari Rumah Sakit Oranje
menjadi Rumah Sakit Kesambi. Pada tanggal 8 Nopember 1975, nama rumah sakit diubah menjadi Rumah Sakit Gunung Jati Kelas D berdasarkan Surat Keputusan DPRD Kotamadya Daerah Tingkat
II Cirebon Nomor : 30/DPRD/XI/75. Selanjutnya pada tanggal 22 Februari 1979
ditingkatkan menjadi Kelas C berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor : 41/MENKES/SK/II/79 dan pada tanggal 21 Januari 1987
ditingkatkan lagi menjadi Rumah Sakit Kelas B berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor : 41/MENKES /SK/I/87. Pada tanggal 30 Januari 1989 ditetapkan menjadi
Rumah Sakit Umum Daerah Gunung Jati Kotamadya Daerah Tingkat II
Cirebon Kelas B berdasarkan Surat
Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 061/350/SJ.
Dalam
pengelolaan keuangan sejak tanggal 1 April 1996 dengan Peraturan Daerah
Kotamadya Daerah Tingkat II Cirebon Nomor 15 Tahun 1995 ditetapkan sebagai “Unit
Swadana Daerah”. Dalam upaya peningkatan pelayanan maka pada tahun 1997 berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : YM
02.03.3.5.5237. RSUD Gunung Jati Kota Cirebon ditetapkan dengan status
“Akreditasi Penuh”. Pada tanggal 15 Februari
1998 berdasarkan rekomendasi dari Departemen Kesehatan melalui Surat Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor :
153/MENKES/SK/II/1998, RSUD Gunung Jati Kota Cirebon ditetapkan menjadi “Rumah
Sakit Kelas B Pendidikan”. Peresmian sebagai Rumah Sakit
Kelas B Pendidikan
dilakukan oleh Gubernur Jawa Barat tanggal 21 April 1999 berdasarkan Surat
Keputusan Mendagri Nomor : 445.03-1023 tanggal 12
Nopember 1998 dengan Struktur
Organisasi dan Tata Kerja RSUD Kelas B Pendidikan.
Seiring
dengan perubahan paradigma penyelenggaraan otonomi daerah maka berdasarkan
Peraturan Daerah Kota Cirebon Nomor : 5 Tahun 2002, RSUD Gunung Jati Kota Cirebon
ditetapkan sebagai Lembaga Teknis Daerah. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Badan Layanan Umum (BLU) dan Keputusan Walikota
Nomor 445/Kep 359-DPPKD/2009,
RSUD Gunung Jati Kota Cirebon resmi ditetapkan sebagai rumah sakit dengan Pola Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan Umum Daerah (PPK-BLUD) pada tanggal 14 Desember 2009. Pada tanggal 2 Agustus 2011, RSUD Gunung
Jati Kota Cirebon dinyatakan LULUS dengan status akreditasi penuh 16 Kelompok
Pelayanan oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit dengan mendapatkan Sertifikat KARS/SERF/40/VIII/2011 yang berlaku sampai
dengan 2 Agustus 2014.