Contoh Kasus Keperawatan Gawat Darurat

Contoh Kasus Keperawatan Gawat Darurat

Tn. M, 42 tahun mengalami tabrakan dengan mobil lainnya saat mengendarai mobilnya di jalan tol sekitar pukul 14.30 WIB.

Pada saat kejadin Tn. M pingsan, petugas menemukan adanya darah pada daerah perut, ternyata ada luka robek pada perut sepanjang 8x1x1 cm  disertai adanya jejas seluas 10x6 cm dan 7x5 cm pada dada sebelah kiri.  Petugas juga melihat ada hematom pada daerah frontal seluas 5x5 cm.

Beberapa saat kemudian Tn. M sadar. Ketika akan dikeluarkan dari mobil Tn. M menjerit kesakitan, ternyata ditemukan tungkai bawah kiri bagian atas patah, tampak membengkok dan bengkak, ditemukan luka robek  4x1x1 cm yang terus mengeluarkan darah.


Setelah berhasil dikeluarkan dari mobil, Tn. M segera dibawa ke puskesmas terdekat yang mempunyai fasilitas gawat darurat dan tiba pukul 15.00 WIB.

Di puskesmas Tn. M diperiksa, BP 120/80 mmHg, HR 88 x/menit dan RR 20 x/menit. Perawat puskesmas mengolesi semua luka dengan betadin, kemudian memasang spalk pada kaki kiri. Kemudian perawat menyarankan Tn. M dirujuk ke rumah sakit yang mempunyai fasilitas lebih lengkap karena menduga Tn. M mengalami trauma abdomen.

 Tn. M segera dibawa ke IGD RS X tanpa terpasang oksigen karena kehabisan dan hanya terpasang infus NaCl 0,9% pada lengan kiri (menggunakan infus set). Pada saat di IGD pukul 17.00 WIB, Tn. M kembali pingsan. BP 100/60 cm, HR 96x/menit, tekanan nadi lemah, RR 28x/menit.

 Tn. M hanya mengeluarkan suara menggumam ketika dipanggil tanpa membuka mata dan menarik tangannya ketika dicubit.  Beberapa saat kemudian Tn. M sadar dan mengeluh nafasnya berat dan agak sesak, serta nyeri pada perut dan kaki kiri.

Tn. M ditangani seorang perawat B  yang dibantu oleh 2 orang ko ass (dokter muda) dan 2 orang mahasiswa akper. Perawat B baru 1 minggu bekerja di IGD dan belum pernah mendapat pelatihan BTCLS. Sebelumnya Perawat B bekerja di Ruang Perawatan Penyakit Dalam.

Perawat senior lainnya yang berjumlah 4 orang sedang menangani pasien lain. Saat itu Ruang IGD tampak penuh, seluruh bed terisi pasien. IGD mempunyai kapasitas 6 bed untuk penyakit dalam dan 6 bed untuk kasus bedah, serta IGD kebidanan dan Neonatus. Perawat B melihat adanya luka robek setelah membuka spalk, luka tampak kotor dan tulang terlihat serta ada sebagian jaringan lunak yang hilang sehingga luka tidak bisa ditutup. Setelah mengatur tetesan infus menjadi 30 tetes/menit, Perawat B langsung meminta ko ass dan mahasiswa akper untuk melakukan hecting pada luka robek di tungkai dan memasang spalk.



20 menit kemudian BP turun menjadi 80 mmHg/palpasi dan HR 110 x/menit dengan tekanan nadi yang lemah. Perawat B melaporkan  kondisi Tn. M kepada dokter jaga. Dokter jaga segera meminta memasang alat bed side monitor dan memasang infuse 1 jalur lagi menjadi 2 jalur.

10 menit kemudian Tn. M tidak dapat dibangunkan, BP 62/39  mmHg, HR 120 x/menit dan nadi radialis tidak teraba, pernafasan gasping, saturasi oksigen 80%. 15 menit kemudian Tn. M apneu dan pada monitor  EKG tampak gambaran flat. Perawat melakukan resusitasi jantung paru selama 10 menit, akhirnya Tn. M tidak tertolong dan dinyatakan meninggal.

Kronologis kejadian dan pertolongan terhadap Tn. M telah didokumentasikan dalam berkas rekam medic secara lengkap dari mulai datang sampai meninggal.

30 menit kemudian keluarga Tn. M datang dan sangat sedih melihat Tn. M sudah meninggal. Keluarga merasa tidak puas dengan pelayanan yang diberikan petugas di IGD karena merasa pertolongan kurang maksimal sehingga Tn. M sampai meninggal. Keluarga bertambah marah ketika Perawat B mengatakan dengan ketus bahwa ia sudah melakukan pertolongan secara maksimal. Keluarga menyatakan akan menuntut pihak rumah sakit.