Aku Seorang PERAWAT (Sebuah PENGAKUAN)

Aku Seorang PERAWAT (Sebuah PENGAKUAN)

Ketika kuliah pertama di Akper dr. Otten Bandung, Ibu Suharyati bertanya, "Apa alasan anda masuk AKPER?"..sebagian teman-temanku menjawab,"..karena nggak lulus UMPTN bu!!!" sambil tertawa-tawa senang... Akupun mengiyakan jawaban teman-temanku. Aku masuk akper atas saran bibiku yang seorang bidan. Aku juga sudah coba testing UMPTN, Poltek Ciwaruga, STT Telkom..semuanya ngga ada yang nyangkut, LOLOS semua...Tapi ketika tes di Akper Otten, aku bisa lulus bersama 39 orang teman lainnya dari sekitar 1500 peserta. aku HERAN!!....yap!!, dari 1500 peserta aku bisa lulus masuk akper, padahal sainganku cukup banyak..Yah, inilah NASIB...



Kemudian Ibu Suharyati menjelaskan bahwa jawaban seperti itu yang bikin perawat belum menjadi profesi yang punya martabat sama dengan profesi lain seperti dokter. Beliau juga bercerita ketika naik angkot ada seorang mahasiswa perawat ditanya oleh penumpang lainnya, "Kuliah dimana de?" jawabnya "..di akper, bu."..dengan suara pelan hampir tidak terdengar dan malu-malu mencerminkan RASA TIDAK PERCAYA DIRIi kuliah di akper atau menjadi seorang calon perawat..."Bagaimana perawat bisa dihargai oleh profesi lain kalau perawatnya sendiri tidak percaya diri! Lihat saja kalau ada acara, kalau duduk selalu ingin di BELAKANG, kalau ditanya selalu LAMBAT menjawab dan didahului dengan MMMHHH, MMHHHH...penuh dengan keragu-raguan atau kalau berpakaian tidak rapi alias KUCEL, baju putihnya udah luntur jadi KECOKLATAN!!" kata beliau.



Dialog itu yang selama ini sering teringat ketika mengenang pertama kuliah pertama kali di Akper Otten Bandung. Kuakui.. aku tidak percaya diri dan tidak sunggung-sungguh ingin kuliah di Akper. Bahkan ketika tingkat dua, aku sempat mengajukan pertanyaan kepada dosen waliku, Ibu Susi Hermaningsih, bagaimana caranya untuk mengundurkan diri dari Akper. Jujur, aku hampir tidak kuat, apalagi ketika mulai praktik di rumah sakit. Mendorong blankar, membersihkan pispot di spulhok, jadi perawat ADE (karena perawat selalu memanggil DE kalau mau nyuruh sesuatu), dines sore malem dan sebagainya. Semua itu benar-benar membuat aku semakin tidak percaya diri kuliah di akper.



Pernah ketika berdinas di ruang nifas, semua anggota kelompok diminta untuk melakukan vulva hygiene, aku stress dan akhirnya aku KABUR nggak balik lagi ke ruang nifas sampai Ibu Yeti, pembimbing klinikku mencari-cariku. Ketika dinas di Ruang VK, tak satu kalipun aku melaksanakan tugasku, aku BERSEMBUNYI di kamar asramaku, padahal Pak Ali (bapak asrama) selalu mengontrol tiap kamar dan menanyakan siapa saja yang dines malem,..aku LOLOS... Namun sepandai-pandainya ARIF MELOMPAT akhirnya jatuh juga!!i, pernah suatu saat aku ketahuan BOLOS, tidak melaksanakan dinas di Ruang 19 bersama sahabatku E*C*,..dan GANJARANNYA???...ganti dinas DUA KALI LIPAT!!!....



Barangkali itulah sepenggal ceritaku ketika kuliah di akper. Cerita itu mencerminkan aku tidak sungguh-sungguh kuliah dan tidak sungguh-sungguh ingin jadi perawat. Namun lambat laun aku mulai MENIKMATI menjadi seorang perawat. Ada kenyamanan tersendiri ketika pasien yang aku rawat berterima kasih, ada kebahagiaan ketika ada seorang pasien gelandangan (seorang nenek asal Aceh) yang ketika akan amputasi memintaku untuk HADIR mendampinginya dalam persiapan operasi, ada keharuan ketika pasien-pasien yang aku rawat berlinang air mata akan berpisah denganku, ada rasa suka ketika ada pasien yang kelihatannya NAKSIR (hehehe, GE-ER)... Yang pasti perlahan aku mulai menikmati menjadi seorang perawat.



Aku lulus dari Akper dr. Otten tahun 1996 akhir, 1 bulan kemudian aku bekerja sebagai DOSEN di Akper Faletehan Serang. Setelah menikah aku pindah ke Akper Yapkesbi Cirebon. Tahun 1999 aku melanjutkan kuliah di PSIK Unpad dan lulus tahun 2001 dari program akademik. Tahun 2003 aku lulus Tes CPNS dan ditempatkan di sebuah rumah sakit. Ketika bekerja di rumah sakit inii, akupun banyak mendapatkan pertentangan batin. Aku harus dinas sore malam meninggalkan anak-anakku. Istriku juga, karena ia seorang perawat yang sudah lebih dulu menjadi PNS di rs ini. Ketika istriku lanjut kuliah, aku harus mengurus anak-anakku sendirian. Aku mencoba menikmati semua itu sebagai sebuah perjalanan hidup, aku harus ikhlas membawa TIGA ANAKKU DINAS MALAM dan setiap pagi aku pamit pulang dulu untuk mengantar anakku sekolah. Bahkan ketika dua anakku yang terbesar (kelas 2 SD dan TK) tidak mau tidur di rumah sakit, aku TINGGALKAN mereka tidur di rumah hanya BERDUA, aku hanya membawa anak bungsuku, HANUN (sekarang anaknya udah EMPAT, hehehe..produktif, mumpung masih muda).



Aku juga harus terlambat naik PANGKAT/GOLONGAN karena aku BELUM NERS dan dianggap sebagai perawat D3. Hal ini yang membuatku surut kembali untuk menjadi seorang perawat. Aku berpikir kenapa sesama perawat bisanya saling MEMPERSULIT (barangkali pikiranku salah), padahal berkali-kali aku tanyakan ke UP dan BKD bahwa aku dapat naik pangkat mengikuti program reguler (4 tahun) kalau secara fungsional aku tidak bisa, dan akupun mendapatkan jawaban yang sama ketika bertanya ke BAKN. Seolah-olah kekuranganku menutupi kelebihanku. Aku selalu sungguh-sungguh saat bekerja, aku selalu terjaga menghadapi pasien saat teman-temanku TIDUR, aku juga pernah menjadi LULUSAN TERBAIK dengan nilai ujian 87,5 saat prajabatan, mengalahkan profesi lain seperti guru, dokter dsbnya.Tapi seolah semua itu sirna karena tertutupi oleh 1 kekurangan. Setelah 4 tahun 10 bulan, barulah aku bisa naik pangkat/golongan.



Tahun 2008 aku putuskan untuk KELUAR sejenak melupakan rasa sesakku yang membuat motivasi kerjaku turun, membuatku tidak semangat dan membuatku bekerja hanya karena rasa tidak enak kepada teman-temanku (sulit sekali untuk IKHLAS), aku NEKAD melanjutkan kuliah ke UGM pada peminatan Sistem Informasi Manajemen Kesehatan (SIMKES). Salah satu pertimbanganku, aku tidak mau menjadi PYUR PERAWAT, lebih baik aku hanya menjadi pendukung saja. Aku juga terinspirasi Pak Jason dari RS Banyumas yang sukses mengimplementasikan Sistem Informasi Keperawatan.



Aku keluar jalur keperawatan!..dan akupun sempat dengar samar-samar ada yang mengatakan bahwa orang yang keluar dari jalur keperawatan adalah pengkh***at keperawatan.. .aku cuma bisa berusaha berlapang dada. Tapi aku tetap YAKIN dengan pilihanku, aku ingat perkataan Ibu Suharyati, "Seorang perawat bisa menjadi seorang seniman, pengusaha, sastrawan dan sebagainya...."



Saat inipun aku suka sekali menulis,... tentang apapun. Pak Anis dosenku di SIMKES UGM selalu memotivasi mahasiswanya untuk selalu menulis walau sedikit. Aku juga hobi ELEKTRO, suka ngebetulin barang elektronik yang rusak ringan. Aku juga hobi OTOMOTIF, aku pernah turunin mesin motor maupun mobil, baik turun setengah atau semua (tapi yang turun total, nggak bisa NAIKIN lagi, hehehe...jadi harus panggil montir beneran!), ngecat mobil juga pernah..Alat pertukanganku juga lengkap, mulai BOR listrik, GERGAJI listrik, mesin penghalus kayu, mesin pembuat profil kayu, pemotong keramik, sampe KOMPRESOR juga ada..karena aku suka pertukangan...Aku juga ubah jaringan listrik di rumahku sendiri....Dan lagi aku pinter ngurus anak, aku nggak perlu panggil orang buat mandiin anakku, AKU BISA MANDIIN BAYI, aku juga bisa urus istriku yang lagi NIFAS..karena aku PERAWAT (ceritanya jadi MULTI PURPOSE PERSON!!!...Kalau CARI SUAMI, carilah yang seperti aku!..hehehe PD TTM)......



Dan sampai saat ini aku memang perawat, juga dosen. Aku dapatkan banyak RIZKI sebagai seorang perawat, aku dapatkan banyak ILMU dan wawasan sebagai seorang perawat, aku juga pernah dapatkan KEBAHAGIAAN sebagai seorang perawat.. Aku juga bisa sekolahkan istriku jadi sarjana keperawatan..dan mimpiku berikutnya, menyekolahkan istriku ke S2 Keperawatan..(semoga tercapai, amiin..).



Sampai saat ini aku belum yakin menjadi perawat, tapi bagaimanapun AKU MEMANG SEORANG PERAWAT, melekat kepadaku kode etik seorang perawat walaupun aku lebih suka bekerja sebagai dosen atau perawat TI. Aku juga harus semakin yakin setelah untuk kesekian kalinya aku mendengar dari Pak Farid (sekretaris PPNI Kab. Cirebon) dalam sebuah acara angkat janji program profesi ners di STIKes Cirebon bahwa, "PERAWAT ADALAH PROFESI MULIA karena seorang perawat berkewajiban membantu makhluk yang bernama MANUSIA yang DIMULIAKAN oleh ALLAH SWT.



Yap,... Perawat adalah profesi mulia yang harus kita junjung tinggi KEMULIAANNYA dengan bersungguh-sungguh menjalankan bebagai konsekwensi yang melekat padanya......dan marilah kita yakinkan diri bahwa KITA ADALAH PERAWAT YANG MULIA DI SISI ALLAH SWT!!!!...



(Terima kasih buat guru-guruku, teman-teman, sahabat...cerita ini hanya sebuah renungan, untuk membangkitkan SEMANGAT pribadi ataupun teman-teman, adik-adik calon perawat dan rekan sejawat...mohon maaf bila ada kesalahan kata....) kunjungi juga blogberdoa
INFORMATIKA KEPERAWATAN

INFORMATIKA KEPERAWATAN

Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah mempengaruhi aktivitas pengelolaan data dan informasi di bidang keperawatan. Peluang penerapan teknologi informasi dan komunikasi menjadi semakin luas ketika keperawatan dihadapkan kepada tuntutan masyarakat terhadap pelayanan yang berkualitas sehingga para perawat harus menyediakan waktu asuhan langsung (direct care) kepada pasien yang lebih lama dan berkualitas. Teknologi membantu perawat mengurangi waktu dokumentasi dan mengalihkannya untuk direct care.

Integrasi aktivitas keperawatan dengan pengelolaan data dan informasi telah memunculkan terminologi informatika keperawatan. Di luar negeri, informatika keperawatan berkembang pesat pada seluruh aktivitas keperawatan, baik dalam bidang pelayanan, pendidikan maupun riset keperawatan.

a. Pengertian

Informatika keperawatan merupakan integrasi dari keperawatan, informasi dan manajemen informasi dengan pemrosesan informasi dan penggunaan teknologi komunikasi untuk mendukung upaya kesehatan (ICN, 2006).

Informatika keperawatan didefinisikan oleh ANA (American Nursing Ascociation) sebagai perkembangan dan evaluasi aplikasi, alat, proses yang membantu perawat mengelola data dalam melaksanakan asuhan kepada klien atau dalam mendukung praktik keperawatan (ICN, 2006).

Informatika keperawatan tidak lepas dari penggunaan teknologi komputer untuk mendukung praktik, administrasi, pendidikan dan penelitian keperawatan. Informatika keperawatan dapat diaplikasikan untuk seluruh area keperawatan yang meliputi praktik, administrasi, pendidikan dan penelitian. Berikut ini adalah contoh aplikasi informatika keperawatan pada area praktik klinik keperawatan : work list untuk mengingatkan perawat terhadap rencana intervensi keperawatan, komputerisasi dokumentasi keperawatan, electronic medical record dan computer based patient record, monitoring tanda-tanda vital dan informasi tagihan keuangan (billing) (Marin et al., 2000).

b. Sistem Informasi Keperawatan Berbasis Komputer

Pengelolaan informasi dalam sebuah organisasi meliputi tiga area yang saling berhubungan yaitu sistem informasi, teknologi informasi dan manajemen informasi. Teknologi informasi merupakan alat yang dipakai untuk memproses data dan informasi (Marin et al., 2000). Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi berpengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap asuhan keperawatan (Oyri et al., 2006).

Sistem informasi keperawatan bila diaplikasikan pada ruang lingkup yang kecil dapat dilakukan secara manual, namun saat data dan informasi dari ruang lingkup keperawatan yang lebih besar semakin kompleks maka diperlukan komputer untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengelolaan informasi (Marin et al., 2000).

Aktivitas keperawatan berhubungan dengan data dan informasi dalam jumlah yang besar, oleh karena itu komputer sangat diperlukan dalam pelayanan keperawatan modern. Perawat menggunakan komputer untuk menyimpan data pasien, menambah data, membuat dan mencatatkan kembali rencana keperawatan ke catatan perkembangan (progress note) dan mencatat perkembangan pasien (Ioanna et al., 2007).

Ada beberapa keuntungan penggunaan komputer dalam sistem informasi keperawatan menurut Ioanna et al. (2007) yaitu :

1) Meningkatkan dan memudahkan akses informasi.
2) Menurunkan redundansi entri data.
3) Menurunkan waktu yang diperlukan untuk dokumentasi keperawatan.
4) Meningkatkan waktu asuhan keperawatan secara langsung kepada klien.
5) Memfasilitasi pengumpulan data untuk penelitian.
6) Meningkatkan komunikasi dan menurunkan risiko kesalahan.
7) Bermanfaat bagi pengambilan keputusan.

c. Standar Minimum Data Keperawatan

Data keperawatan merupakan dasar dari informatika keperawatan yang sangat diperlukan bagi komputerisasi sistem informasi keperawatan. Data keperawatan merupakan alat untuk merekam proses keperawatan yang terdiri dari pengkajian, diagnosis, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Data keperawatan yang lengkap dan akurat dapat dipakai untuk menghasilkan informasi yang sangat bermanfaat (Marin et al., 2000).

Informasi keperawatan dihasilkan dari proses analisa data yang telah dikumpulkan dan diorganisir sedemikian rupa sehingga sistem informasi keperawatan menunjukkan pemrosesan data yang terimpan dalam database menjadi informasi. Informasi tersebut sangat diperlukan untuk pengambilan keputusan dan menjaga kualitas asuhan keperawatan (Marin et al., 2000).

Sistem Informasi Keperawatan memerlukan data yang lengkap dan akurat sehingga harus memenuhi standar data minimum (Nursing Minimum Data Set/NMDS) (IMarin et al., 2000). NMDS bermanfaat untuk :

1) Memungkinkan komparasi klinik berdasarkan populasi, seting, kondisi geografis dan waktu.
2) Menggambarkan asuhan keperawatan pada klien dan keluarganya baik pada seting institusional maupun non institusional.
3) Mendemonstrasikan kecenderungan (tren) asuhan keperawatan.
4) Menstimulasi penelitian keperawatan berdasarkan data yang telah tersedia.
5) Menyediakan data asuhan keperawatan yang memfasilitasi dan mempengaruhi aspek klinis, administratif dan kebijakan dalam pengambilan keputusan.
NMDS terdiri dari tiga kategori yang berisi 16 kelompok elemen data yaitu :
1) Elemen keperawatan : masalah atau diagnosa keperawatan, intervensi, kriteria hasil dan intensitas asuhan keperawatan.
2) Elemen demografi : identifikasi personal, tanggal lahir, jenis kelamin, ras dan budaya (suku) dan tempat tinggal.
3) Elemen pelayanan : kode institusi pelayanan, nomor rekam medis, nomor register perawat, tanggal masuk, tanggal keluar, disposition patient chart dan perkiraan tagihan biaya perawatan.

NMDS pertama kali dikembangkan oleh Werley pada tahun 1988 dan dikembangkan menjadi Nursing Management Minimum Data Set (NMMDS) oleh Delaney dan Huber pada tahun 1996. Selanjutnya NMDS telah diaplikasikan secara internasional menjadi i-NMDS (international NMDS) di beberapa negara seperti Belgia, Kanada, Selandia, Korea, Belanda, Spanyol, Swiss, Thailand, Inggris dan Amerika (Marin et al., 2000).
Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Tonsilitis

Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Tonsilitis

Oleh : Novi Tamala


A. Konsep Dasar Tonsilitis
1. Pengertian


Tonsilitis akut adalah radang akut yang disebabkan oleh kuman Streptococcus beta hemolyticus, Streptococcus viridons dan Streptococcus pyrogenes, dapat juga disebabkan oleh virus (Mansjoer, 2000).

Tonsilitis adalah radang yang disebabkan oleh infeksi bakteri kelompok A Streptococcus beta hemolitik, namun dapat juga disebabkan oleh bakteri jenis lain atau oleh infeksi virus (Hembing, 2004).

Tonsilitis adalah suatu peradangan pada hasil tonsil (amandel), yang sangat sering ditemukan, terutama pada anak-anak (Sriyono, 2006).

Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Tonsilitis adalah suatu peradangan pada tonsil yang disebabkan oleh infeksi bakteri kelompok Streptococcus beta hemolitik, Streptococcus viridons dan Streptococcus pyrogenes namun disebabkan juga oleh bakteri jenis lain atau oleh infeksi virus. Tonsilitis biasanya sering dialami anak-anak yang disertai demam dan nyeri pada tenggorokan.


2. Fungsi Tonsil

Fungsi tonsil, antara lain yaitu :
a) Membentuk zan-zat anti yang terbentuk di dalam sel plasma pada waktu terjadi reaksi seluler.
b) Mengadakan limfositosis dan limfositolisis.
c) Menangkap dan menghancurkan benda-benda asing maupun mikro organisme yang masuk ke dalam tubuh melalui hidung dan mulut.
d) Memproduksi hormon, khususnya hormon pertumbuhan.

3. Etiologi


Etiologi menurut Mansjoer (2001) etiologi tonslitis adalah :

a. Streptokokus Beta Hemolitikus

Streptokokus beta hemolitikus adalah bakteri gram positif yang dapat berkembang biak ditenggorokan yang sehat dan bisa menyebabkan infeksi saluran nafas akut.

b. Streptokokus Pyogenesis

Streptokokus pyogenesis adalah bakteri gram positif bentuk bundar yang tumbuh dalam rantai panjang dan menyebabkan infeksi streptokokus group A. Streptokokus Pyogenesis adalah penyebab banyak penyakit penting pada manusia berkisar dari infeksi khasnya bermula ditenggorakan dan kulit.

c. Streptokokus Viridans

Streptokokus viridans adalah kelompok besar bakteri streptokokus komensal yang baik a-hemolitik, menghasilkan warna hijau pekat agar darah. Viridans memiliki kemampuan yang unik sintesis dekstran dari glukosa yang memungkinkan mereka mematuhi agregat fibrin-platelet dikatup jantung yang rusak.

d. Virus Influenza

Virus influenza adalah virus RNA dari famili Orthomyxo viridae (virus influenza). Virus ini ditularkan dengan medium udara melalui bersin pada manusia gejala umum yang terjadi yaitu demam, sakit tenggorokan, sakit kepala, hidung tersumbat. Dalam kasus yang buruk influenza juga dapat menyebabkan terjadinya pneumonia.

4. Klasifikasi

1) Tonsilitis Akut

Tonsilitis Akut disebabkan oleh streptococcus pada hemoliticus, streptococcus viridians, dan streptococcus pyogene, dapat juga disebabkan oleh virus.

2) Tonsilitis Falikularis

Tonsil membengkak dan hiperemis, permukaannya diliputi eksudat diliputi bercak putih yang mengisi kipti tonsil yang disebut detritus. Detritus ini terdapat leukosit, epitel yang terlepas akibat peradangan dan sisa-sisa makanan yang tersangkut.

3) Tonsilitis Lakunaris

Bercak yang berdekatan bersatu dan mengisi lacuna (lekuk-lekuk) permukaan tonsil.

4) Tonsilitis Membranosa (Septis Sore Throat)

Eksudat yang menutupi permukaan tonsil yang membengkak tersebut menyerupai membran. Membran ini biasanya mudah diangkat atau dibuang dan berwarna putih kekuning-kuningan.

5) Tonsilitis Kronik

Tonsilitis yang berluang, faktor predisposisi : rangsangan kronik (rokok, makanan) pengaruh cuaca, pengobatan radang akut yang tidak adekuat dan hygiene mulut yang buruk.

5. Patofisiologi


Tonsilitis menurut Nurbaiti (2001) terjadi karena bakteri dan virus masuk ke dalam tubuh melalui saluran nafas bagian atas akan menyebabkan infeksi pada hidung atau faring kemudian menyebar melalui sistem limpa ke tonsil. Adanya bakteri virus patogen pada tonsil menyebabkan terjadinya proses inflamasi dan infeksi sehingga tonsil membesar dan dapat menghambat keluar masuknya udara. Infeksi juga dapat mengakibatkan kemerahan dan edema pada faring serta ditemukannya eksudat berwarna putih keabuan pada tonsil sehingga menyebabkan timbulnya sakit tenggorokan, nyeri menelan, demam tinggi, bau mulut serta otalgia yaitu nyeri yang menjalar ke telinga.

Tonsilitis akan berdampak terhadap sistem tubuh lainnya dan kebutuhan dasar manusia (Nurbaiti, 2001) meliputi :

a. Sistem Gastrointestinal

Klien sering merasa mual dan muntah, nyeri pada tenggorokan sulit untuk menelan sehingga klien susah untuk makan dan sulit untuk tidur.

b. Sistem Pulmoner

Klien sering mengalami sesak nafas karena adanya pembengkakan pada tonsil dan faring, klien sering batuk.

c. Sistem Imun

Tonsil terlihat bengkak dan kemerahan, daya tahan tubuh klien menurun, klien mudah terserang demam.

d. Sistem Muskuloskeletal

Klien mengalami kelemahan pada otot, otot terasa nyeri keterbatasan gerak, klien susah untuk melakukan aktivitas sehari-hari.

e. Sistem Endokrin

Adanya pembengkakan kelenjar getah bening, adanya pembesaran kelenjar tiroid.

6. Manifestasi Klinis Menurut Smeltzer (2001)

a. Sistem Gastointestinal

1) Nyeri pada tenggorokan, adanya virus dan bakteri
2) Nyeri saat menelan, adanya pembengkakan pada tonsil
3) Anoreksia : mual dan muntah
4) Mulut berbau
5) Bibir kering
6) Nafsu makan berkurang

b. Sistem Pernafasan

1) Sesak nafas karena adanya pembesaran pada tonsil
2) Faring hiperimisis : terdapat detritus
3) Pernafasn bising.
4) Edema faring
5) Batuk

c. Sistem Imun

1) Pembengkakan kelenjar limpah leher
2) Pembesaran tonsil
3) Tonsil Hiperemia
4) Demam atau peningkatan seluruh tubuh

d. Sistem Muskuloskeletal

1) Kelemahan pada otot
2) Letargi
3) Nyeri pada otot
4) Malaise

7. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan menurut Brunnes dan Suddart (2001), tujuan dari penatalaksanaan tonsilitis adalah untuk membunuh kuman atau bakteri yang menyerang tonsil dengan obat antibiotik diantaranya yaitu :

1) Antibiotik baik injeksi maupun otot seperti cefotaxim, penisilin, amoksilin, eritromisin dan lain-lain.
2) Antiperetik untuk menurunkan demam seperti parasetamol, ibuprofen.
3) Apabila penyakit tonsil sudah kronis harus dilakukan tindakan operatif (tonsilektomi) karena penyakit tonsilitis yang sudah kronis akan terjadinya pembesaran pada tonsil sehingga dapat mengakibatkan sesak nafas karena jalan nafas yang tidak efektif sehingga harus dilakukan tindakan tonsilektomi.
b. Penatalaksanaan Keperawatan
1) Kompres dengan air hangat
2) Istirahat yang cukup
3) Pemberian cairan adekuat, perbanyak minum hangat.
4) Pemberian diit cair atau lunak sesuai kondisi pasien.

8. Komplikasi

Komplikasi menurut Mansjoerm Arief (2001) Komplikasi potensial pada tonsilitis yang memerlukan pendekatan kolaboratif dalam perawatan adalah :

a. Abses Peritonsilar (quinsy) : Biasanya timbul pada pasien dengan tonsilitis berulang atau kronis yang tidak mendapat terapi yang adekuat.

b. Abses Parafaringeal : Timbul jika infeksi atau pus (cairan abses) mengalir dari tonsil atau abses peritonsilar melalui otot konstriktor superior, sehingga formasi abses terbentuk di antara otot ini dan fascia servikalis profunda. Komplikasi ini berbahaya karena terdapat pada area di mana pembuluh darah besar berada dan menimbulkan komplikasi serius.

c. Abses Retrofaringeal : Keadaan ini biasanya disertai sesak nafas (dyspnea), ganggaun menelan, dan benjolan pada dinding posterior tenggorok, dan bisa menjadi sangat berbahaya bila abses menyebar ke bawah ke arah mediastinum dan paru-paru.

d. Tonsilolith : Tonsilolith adalah kalkulus di tonsil akibat deposisi kalsium, magnesium karbonat, fosfat, dan debris pada kripta tonsil membentuk benjolan keras. Biasanya menyebabkan ketidaknyamanan, bau mulut, dan ulserasi (ulkus bernanah).

e. Kista Tonsil : Umumnya muncul sebagai pembengkakan pada tonsil berwarna putih atau kekuningan sebagai akibat terperangkapnya debris pada kripta tonsil oleh jaringan fibrosa.

f. Komplikasi Sistemik : Kebanyakan komplikasi sistemik terjadi akibat infeksi Streptokokus beta hemolitikus grup A. Di antaranya: radang ginjal akut (acute glomerulonephritis), demam rematik, dan bakterial endokarditis yang dapat menimbulkan lesi pada katup jantung.

B. Asuhan Keperawatan


Proses keperawatan adalah metode dimana suatu konsep diterapkan dalam praktek keperawatan, proses keperawatan terdiri dari lima tahun yang sequensial dan berhubungan yaitu pengkajian, diagnosis, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi (Nursalam, 2001).
Asuhan keperawatan adalah faktor penting dalam survival pasien dan dalam aspek-aspek pemeliharaan, rehabilitas, dan preventif perawatan kesehatan (Doenges, 2000).

1. Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam mengumpulkan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien (Nursalam, 2001).
Pengkajian dalam sistem imun meliputi riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik, dan prosedur diagnostik yang merupakan data yang menunjang keadaan klinis dari pasien.

a. Identitas klien yang terdiri dari nama, umur, suku/bangsa, status perkawinan, agama, pendidikan, alamat, nomor register, tanggal datang ke rumah sakit.

b. Riwayat kesehatan yang terdiri dari :

1) Keluhan utama adalah keluhan atau gejala apa yang menyebabkan pasien berobat atau keluhan atau gejala saat awal dilakukan pengkajian pertama kali yang utama. Keluhan utama klien tonsilitis biasanya nyeri pada tenggorokan dan pada saat menelan disertai demam.

2) Riwayat kesehatan sekarang adalah faktor yang melatarbelakangi atau mempengaruhi dan mendahuli keluhan, bagaimana sifat terjadinya gejala (mendadak, perlahan-lahan, terus menerus atau berupa serangan, hilang dan timbul atau berhubungan dengan waktu), lokalisasi gejalanya dimana dan sifatnya bagaimana (menjalar, menyebar, berpindah-pindah atau menetap). Bagaimana berat ringannya keluhan berkurang, lamanya keluhan berlangsung atau mulai kapan serta upaya yang telah dilakukan apa saja.

3) Riwayat kesehatan masa lalu dapat ditanyakan seperti riwayat pemakaian jenis obat, jumlah dosis dan pemakaiannya, riwayat atau pengalaman masa lalu tentang kesehatan atau penyakit yang pernah dialami atau riwayat masuk rumah sakit atau riwayat kecelakaan.

4) Riwayat kesehatan keluarga
a) Adakan keluarga yang menderita penyakit tonsilitis.
b) Penyakit kronik yang lain seperti diabetes melitus, batu ginjal, kardiovaskuler, hipertensi, kelainan bawaan.

5) Status Sosial
Status sosial ekonomi atau mempengaruhi tingkat pendidikan, sedangkan tingkat pendidikan akan mempengaruhi tingkat pengetahuan klien dan hal ini akan berpengaruh pada pola hidup dan kebiasaan sehari-hari yang akan mencerminkan tingkat kesehatan klien.

6) Penampilan Umum

a) Kulit pucat kering.
b) Lemah
c) Tanda-tanda vital : pola pernafasan dan suhu tubuh meningkat.
d) Tingkat kesadaran : composmetis, somnolen, sofor, koma, delirium
e) Konsentrasi : mampu berkonsentrasi atau tidak.
f) Kemampuan bicara : mampu bicara atau tidak.
g) Gaya jalan : seimbang atau tidak
h) Koordinasi anggota gerak : mampu menggerakan anggota tubuh atau tidak.

c. Pola Fungsi Kesehatan

1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan adanya tanda dan gejala yang menyebabkan klien mencari pertolongan kesehatan seperti : nyeri pada tenggorokan, susah untuk menelan, peningkatan suhu tubuh, kelemahan hebat, kehilangan perhatian pada lingkungan.
2) Riwayat penyakit tonsilitis akut atau kronik, menjalani tonsilektomi.
3) Pola nutrisi dan metabolik.
Anoreksia, mual, muntah, BB menurun karena intake kurang, nyeri untuk menelan, nafas berbau, membran mukosa kering.
4) Pola eliminasi
Warna urin kunin pekat, ureum meningkat.
5) Pola aktivitas dan latihan
Kelelahan (fatique), kelemahan.
6) Pola tidur dan istirahat
Gelisah tidur sering terganggu karena nyeri pada tenggorokan.
7) Pola persepsi sensor dan kognitif
Kurangnya pendengaran perhatian berkurang atau menyempit, kemampuan berfikir abstrak menurun, kehilangan perhatian untuk lingkungan, sakit kepala.
8) Pola persepsi diri dan konsep diri
Penurunan harga diri, perubahan konsep diri dan body image, menurunnya harga diri, menurunnya tingkat kemandirian dan perawatan diri.
9) Pola peran dan hubungan sesama
Tidak dapat menjalankan sekolah, penurunan kontak sosial dan aktivitas.
10) Pola koping dan toleransi terhadap stress
Ketidak efektifan koping individu dan keluarga, mekanisme pertahanan diri : denial proyeksi, rasionalisasi, displasmen
11) Pola nilai dan kepercayaan.
Kehilangan kepercayaan kepada pemberi pelayanan kesehatan.

d. Pemeriksaan Fisik

1) Keadaan umum ini dapat meliputi kesan keadaan sakit termasuk ekspresi wajah dan posisi pasien, kesadaran (GCS / Gaslow Coma Scale), yang dapat meliputi penilaian secara kualitas seperti composmentis, apatis, somnolen, sofor, koma, delirium, dan status gizinya.

2) Pemeriksaan tanda-tanda vital meliputi nadi, tekanan darah, pola pernafasan dan suhu tubuh. Biasanya klien tonsilitis mengalami kesulitan bernafas karena ada pembesaran pada tonsil dan mengalami peningkatan suhu tubuh

3) Pemeriksaan kulit, rambut dan kelenjar getah bening.

a) Kulit meliputi warna (meliputi pigmentasi, sianosis, ikterik, pucat, eritema), turgor, kelembaban kulit dan atau ada tidaknya edema.
b) Rambut meliputi dapat dinilai dari warna, kelebatan, distribusi dan karakteristik.
c) Kelenjar getah bening meliputi dapat dinilai dari bentuknya serta tanda-tanda radang yang dapat dinilai di daerah servikal anterior, inguinal oksiptil, dan retroavrikuler.

4) Pemeriksaan kepala dan leher

a) Kepala meliputi dapat dinilai bentuk dan ukuran kepala, ubun-ubun, wajahnya asimetris atau ada tidaknya pembengkakan, mata dilihat dari visus palpebra, mata merah, alis, bulu mata, konjungtiva, anemis karena Hb nya menurun, skelera, kornea, pupil, lensa. Pada bagian telinga dapat dinilai pada daun telinga, lubang telinga, membran timpani, mastoid, ketajaman pendengaran hidung dan mulut ada tidaknya stismus.
b) Leher meliputi kuku kuduk, ada tidaknya masa di leher, dengan ditentukan ukuran, bentuk, posisi, konsistensi, dan ada tidaknya nyeri tekan.

5) Pemeriksaan dada meliputi organ paru dan jantung, secara umum bentuk dada, keadaan paru yang meliputi simetris atau tidaknya, pergerakan nafas, ada tidaknya femitus suara, krepitasi serta dapat dilihat batas ada saat perkuasi didapatkan (bunyi perkusinya bagaimana apakah hipersenosor atau timpani). Pada pemeriksaan jantung dapat diperiksa tentang denyut apeks atau dikenal dengan siklus kordis dan aktivitas artikel, getaran bsising, bunyi jantung.

6) Pemeriksaan abdomen meliputi bentuk perut, dinding perut, bising usus, adanya ketegangan dinding perut atau adanya nyeri tekan serta dilakukan palpasi pada organ hati, limfa, ginjal, kandung kemih, yang ditentukan ada tidaknya nyeri pada pembesaran pada organ tersebut, kemudian pada daerah anus, rectum, serta genitalia.

7) Pemeriksaan anggota gerak dan neurologi meliputi adanya rentang gerak keseimbangan dan gaya berjalan, genggaman tangan, otot kaki dan lainnya.

e. Prosedur Diagnostik

Prosedur Diagnostik menurut Doenges (2000) prosedur diagnostik untuk tonsilitis adalah :

1) Tes Laboratorium
Tes laboratorium ini digunakan untuk menentukan apakah bakteri yang ada dalam tubuh pasien merupkan akteri gru A, karena grup ini disertai dengan demam reumatik, glomerulnefritis.

2) Pemeriksaan Penunjang
Kultur dan uji resistensi bila diperlukan.

3) Terapi
Menggunakan antibiotic spectrum lebar dan sulfonamide, antipiretik, dan obat kumur yang mengandung desinfektan.

2. Diagnoas Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon manusia (status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu atau kelompok dimana perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan menurunkan, membatasi, mencegah dan merubah (Nursalam, 2006).

Diagnosa keperawatan menurut (Doenges, 2000), pada pasien tonsilitis adalah :

a. Nyeri akut berhubungan dengan pembengkakan tonsil.
b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan pembatasan pemasukan: mual, anoreksia, letargi.
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah.
d. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan metabolisme penyakit.
e. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan.
f. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses infeksi atau imflamasi: rasa sakit pada jaringan tonsil

3. Intervensi Keperawatan

Perencanaan keperawatan adalah deskripsi untuk perilaku spesifik yang diharapkan oleh pasien dan atau tindakan yang harus dilakukan oleh perawat. Tindakan/perencanaan keperawatan dipilih untuk membantu pasien dalam mencapai hasil yang diharapkan dan tujuan pemulangan (Doenges, 2000).

Perencanaan keperawatan menurut Doenges (2000) pasein tonsilitis adalah:

a. Nyeri akut berhubungan dengan pembengkakan tonsil

Tujuan : Dapat hilang atau berkurang
Kriteria hasil : - Mengenal faktor penyebab
- Mengenali serangan nyeri
- Tindakan pertolongan non analgetik
- Mengenali gejala nyeri
- Menunjukan posisi/ekspresi wajah rileks
Intervensi Rasional
- Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 1-10), frekuensi dan waktu. Menandai non verbal, misal: gelisah, takikardi, meringis - Mengindikasi kebutuhan untuk intervensi dan juga tanda-tanda perkembangan/resolusi komplikasi
- Dorong pengungkapan perasaan - Dapat mengurangi ansietas dan rasa takut, sehingga mengurangi persepsi akan intensitas rasa takut
- Berikan aktivitas hiburan, misal: membaca, nonton TV, bermain handphone
- Meningkatkan kembali perhatian kemampuan untuk menanggulangi
- Lakukan tindakan paliatif, misal: pengubahan posisi, masase - Meningkatkan relaksasi/menurun ketegangannya
- Instruksikan pasien untuk menggunakan visualisasi/ bimbingan imajinasi, relaksasi progresif, teknik nafas dalam - Meningkatkan relaksasi dan perasaan sehat. Dapat menurunkan narkotik analgesic (depresan SSN) dimana telah terjadi proses degeneratif neuro /motor. Mungkin tidak berhasil jika muncul demensia, meskipun minor
- Berikan analgesik/antipiretik. Gunakan ADP (analgesik yang dikontrol pasien) untuk memberikan analgesik 24 jam dengan dosis prn - Memberikan penutunan nyeri atau tidak nyaman: mengurangi demam. Obat yang dikontrol pasien atau berdasarkan waktu 24 jam mempertahankan kadar analgesia darah tetap stabil. Mencegah kekurangan ataupun kelebihan obat-obatan

b. Kekurangan Volume Cairan berhubungan dengan pembatasan pemasukan: mual, anoreksia, letargi

Tujuan : Tidak terjadinya dehidrasi
Kriteria hasil : - Mempertahankan dehidrasi
- Membran mukosa lembab
- Turgor kulit baik, tanda-tanda vital stabil
Intervensi Rasional
- Catat peningkatan suhu dan durasi demam. Berikan kompres hangat sesuai indikasi. Pertahankan pakaian tetap kering. Pertahankan kenyamanan suhu lingkungan - Meningkatkan kebutuhan metabo-lisme dan diaforesis yang berlebihan yang dihubungkan dengan demam dalam meningkatkan kehilangan cairan tak kasat mata
- Kaji turgor kulit, membrane mukosa dan rasa haus - Indikator tidak langsung dan status cairan
- Timbang berat badan sesuai indikasi - Meskipun kehilangan berat badan dapat menunjukkan penggunaan otot, fluktuasi tiba-tiba menunjukkan status hidrasi. Kehilangan cairan berkenaan dengan diare dapat dengan cepat menyebabkan krisis dan mengancam hidup.
- Pantau pemasukan oral dan memasukkan cairan sedikitnya 2500 ml/hari - Mempertahankan keseimbangan cairan, mengurangi rasa haus dan melembabkan membrane mukosa
- Berikan cairan/elektrolit melalui selang pemberi makanan/IV - Mungkin diperlukan untuk mendu-kung/memperbesar volume sirkulasi, terutama jika pemasukan oral tak adekuat, mual/muntah terus menerus
- Pantau hasil pemeriksaan labora-torium sesuai indikasi, misal: HB/Ht
- Elektrolit serum/urine - Bermanfaat dalam memperkirakan kebutuhan cairan.
- Mewaspadakan kemungkinan adanya gangguan elektrolit dan menentukan kebutuhan elektrolit tersebut
- Berikan obat-obatan sesuai indikasi
- Antimetik, misal: proklo-perazin maleat (Compazine); trimeto-benzamid (Tigan); metoklo-pramid (Reglan)
- Mengurangi insiden muntah untuk mengurangi kehilangan cairan/elektro-lit lebih lanjut

- Antidiarea, misal: difenik-silat (Lomotil), loperamid Imodium, paregoric atau antipasmodik, misal: mepen-zolat, bromide (Cantil) - Menurunkan jumlah dan keenceran feses; mungkin mengurangi kejang usus dan peristalis. Catatan : Antibiotik mungkin digunakan untuk mengobati diare jika disebabkan oleh infeksi
- Antipiretik, misal: asetaminofen (Tylenol) - Membantu mengurangi demam dan respons hipermetabolisme, menurun-kan kehilangan cairan tak kasan mata


c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah

Tujuan : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi
Kriteria hasil : - Adanya peningkatan berat badan sesuai tujuan
- Berat badan sesuai tinggi badan
- Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
- Tidak ada tanda-tanda malnutrisi

Intervensi Rasional
- Kaji kemampuan untuk mengunyah, merasakan dan menelan - Lesi mulut, tenggorokan dan implamasi pada tonsil dapat menyebabkan disfagia, penurunan kemampuan pasien untuk mengolah makanan dan mengurangi keinginan untuk makan
- Timbang berat badan sesuai kebutuhan. Evaluasi berat badan dalam hal adanya berat badan yang tidak sesuai. Gunakan serangkaian pengukuran berat badan dan antropometri - Indikator kebutuhan nutrisi/pema-sukan yang adekuat
- Hilangkan rangsangan lingku-ngan yang berbahaya atau kondisi yang membentuk reflek gagal - Mengurangi stimulus pusat muntah di medulla
- Berikan perawatan mulut terus menerus, awasi tindakan pencegahan sekresi. Hindari obat kumur yang mengandung alkohol - Mengurangi ketidaknyamanan yang berhubungan dengan mual/muntah, lesi, oral, pengeringan mukosa. Mulut yang bersih meningkatkan nafsu makan
Rencanakan diit dengan pasein/ orang terdekat: Jika memung-kinkan, sarankan makanan dari rumah. Sediakan makanan yang sedikit tapi sering berupa makanan pada nutrisi, tidak bersifat asam dan juga minuman dengan pilihan yang disukai pasien. Mendorong konsumsi makanan berkalori tinggi, yang dapat merangsang nafsu makan. Catat waktu, kapan nafsu makan menjadi baik dan pada waktu itu usahakan untuk menyajikan porsi makan yang lebih - Melibatkan pasien dalam memberikan perasaan kontrol lingkungan dan mungkin meningkatkan pemasukan. Memenuhi kebutuhan akan makanan non institusional mungkin juga meningkatkan pemasukan
- Berikan obat yang antiemetik misal: Ranitidin - Mengurangi insiden muntah, meningkatkan fungsi gaster
- Berikan suplemen vitamin - Kekurangan vitamin terjadi akibat penurunan pemasukan makanan dan ataun kegagalan menguyah dan absorpsi dalam sistem gastrointestinal

d. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan metabolisme penyakit.

Tujuan : Suhu tubuh kembali normal
Kriteria hasil : - Suhu tubuh dalam rentang normal
- Suhu kulit dalam batas normal
- Nadi dan pernafasan dalam batas normal
Intervensi Rasional
- Pantau suhu pasien (derajat dan pola); perhatikan menggigil/ diafpresis - Suhu 38,90C, 41,10C menunjukan proses penyakit infeksius akut. Pada demam dapat membantu dalam diagnosis; misal kurun demam lanjut berkahir dari 24 jam.

- Pantau suhu lingkungan, batasi/ tambahkan linen tempat tidur sesuai indikasi - Suhu ruangan/jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan suhu mendekati normal
- Berikan kompres mandi hangat - Dapat membantu mengurangi demam
- Berikan antipiretik, misal: paracetamol, asetaminofen - Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada hipotalamus, meskipun demam mungkin dapat berguna dalam membatasi pertumbuhan organisme dan meningkatkan autodestruksi dari sel-sel yang terinfeksi


e. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan

Tujuan : Ansietas berkurang atau hilang
Kriteria hasil : - Berkurang atau hilang
- Ansietas berkurang
- Menunjukan pemahaman akan proses penyakit dan prognosis
- Memanifestasi perilaku akibat kecemasan tidak ada
Intervensi Rasional
- Berikan informasi mengenai terapi obat-obatan, interaksi efek samping dan pentingnya ketaatan pada program - Meningkatkan pemahaman dan meni-ngkatkan kerjasama dalam penyem-buhan/profilaksis dan mengurangi risiko kambuhnya komplikasi
- Diskusikan kebutuhan untuk pemasukan nutrisional yang tepat/seimbang
- Perlu untuk penyembuhan optimal dan kesejahteraan umum
- Dorong periode istirahat adekuat dengan aktivitas yang terjadwal - Mencegah kepenatan, penghematan energi dan meningkatkan penyembuhan
- Tinjau perlunya kesehatan pribadi dan kebersihan lingkungan - Membantu mengontrol pemajanan lingkungan dengan mengurangi jum-lah bakteri patogen yang ada
- Identifikasi tanda-tanda/gejala-gejala yang membutuhkan evaluasi medis, misalnya peningkatan suhu menetap, takikardia, sinkope, ruam yang tak diketahui asalnya, kepenatan yang tidak dapat dijelaskan, anoreksia, peningkatan rasa haus dan perubahan pada fungsi kandung kemih. - Pengenalan dini dari perkembangan/ kambuhnya infeksi akan memung-kinkan intervensi dan mengurangi risiko perkembangan ke arah situasi membahayakan jiwa
- Tekankan pentingnya imunisasi profilaktik/terapi antibiotik sesuai kebutuhan - Penggunaan pencegahan terhadap infeksi

f. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses infeksi atau imflamasi: rasa sakit pada jaringan tonsil.

Tujuan : Mempertahankan pola nafas efektif
Kriteria hasil : - Tidak mengalami sesak nafas
- Pernafasan dalam batas normal
- Tidak terjadi batuk
Intervensi Rasional
- Auskultasi bunyi nafas, tandai daerah paru yang mengalami penurunan atau kehilangan ventilasi - Memperkirakan adanya perkem-bangan komplikasi/infeksi pernafasan yang terjadi pada jaringan tonsil
- Catat kecepatan/kedalaman pernafasan, sianosis, penggu-naan otot aksesori/kerja pernafasan munculnya dispnea - Takipnea, sianosis, tidak dapat beristirahat dan peningkatan nafas menunjukkan kesulitan pernafasan dan adanya kebutuhan untuk meningkatkan pengawasan/intervensi medis
- Kaji perubahan tingkat kesadaran - Hipoksemia dapat terjadi akibat adanya perubahan tingkat kesadaran mulai dari ansietas dan kekacauan mental dan mencegah komplikasi pernafasan

4. Implementasi

Implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah diterapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping (Nursalam: 2001).

5. Evaluasi

Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan keadaan pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan (Nursalam, 2001).

Adapun evaluasi dari tiap-tiap masalah di atas adalah :
a. Nyeri berkurang atau teratasi
Kriteria hasil : Reflek menelan baik, tidak ada masalah saat makan, tidak mengalami batuk saat menelan, menelan secara normal, menelan dengan nyaman.

b. Keseimbangan cairan terpenuhi
Kriteria hasil : Mukosa bibir lembab, Turgor kulit baik, tanda-tanda vital stabil

c. Nutrisi tubuh terpenuhi
Kriteria hasil : Nafsu makan klien bertambah, mual dan muntah berkurang, peningkatan berat badan.

d. Suhu tubuh dalam batas normal
Kriteria hasil : Suhu tubuh dalam rentang normal 36-370C, keadaan, kulit dalam batas normal tidak mengalami turgor kulit yang jelek, nadi dan pernapasan dalam batas normal yaitu 80 x/menit dan pernapasan 18 x/menit.

e. Cemas tidak terjadi, kenyamanan pasien meningkat
Kriteria hasil : Ansietas berkurang, klien bisa mengendalikan tingkat kecemasannya, mengetahui penyebab mengalami kecemasan.

f. Pola nafas efektif
Kriteria hasil : Tidak mengalami sesak nafas, pernafasan dalam batas normal, tidak terjadi batuk

Membangun Standar Sistem Informasi Keperawatan













Aktivitas keperawatan melalui pendekatan proses keperawatan selalu berhubungan dengan data dan informasi. Tahap awal asuhan keperawatan didahului dengan pengkajian yang bertujuan mengumpulkan data pasien. Selanjutnya data tersebut dianalisis sehingga menghasilkan informasi tentang masalah yang dihadapi pasien yang dinyatakan dalam bentuk diagnosa keperawatan. Diagnosa keperawatan merupakan dasar untuk aktivitas pemberian bantuan kepada pasien (intervensi).

Pengelolaan data dan informasi dalam lingkup kecil tidak akan berpengaruh secara signifikan terhadap asuhan keperawatan. Tetapi dalam lingkup yang lebih besar akan mengurangi waktu untuk melakukan asuhan keperawatan (direct care) kepada pasien karena sebagian besar waktu perawat dihabiskan untuk menulis dan memikirkan rencana asuhan. Dengan demikian diperlukan metode efektif untuk mengelola data dan informasi keperawatan.

Komputerisasi sistem informasi keperawatan menjadi pilihan yang rasional pada saat perawat bekerja dengan data dalam jumlah yang besar. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa sistem informasi berbasis komputer lebih efektif dan efisien dibandingkan dengan sistem informasi berbasis kertas (baca artikel dokumentasi keperawatan berbasis komputer, peluang meningkatkan profesionalisme perawat). Namun untuk membangun sistem informasi keperawatan berbasis komputer tidaklah mudah, banyak hal yang harus dikaji melalui studi kelayakan (feasibility study). Studi kelayakan yang dimaksud meliputi studi kelayakan dari aspek kelayakan ekonomi (echonomical feasibility), kelayakan operasional (operational feasibility), kelayakan waktu (time feasibility) dan kelayakan hukum (law feasibility).

Disamping itu diperlukan adanya standar sistem informasi yang meliputi standar input, standar proses dan standar output. Standar ini berbentuk sekumpulan aturan, pedoman dan karakteristik minimal yang diharapkan menjadi acuan dalam mengembangkan sistem informasi keperawatan. Salah satu manfaat standar sistem informasi keperawatan adalah mengoptimalkan fungsi sistem informasi keperawatan sebagai alat komunikasi dimana agar dapat dijadikan alat komunikasi yang efektif maka bahasa (istilah) yang digunakan harus dapat dimengerti oleh semua anggota tim kesehatan. Oleh karena itu muncul ide untuk membangun standar bahasa keperawatan (Standardized Nursing Language) yang dapat dipakai secara universal.

Standar yang diperlukan dalam membangun sistem informasi tidak terbatas kepada standar bahasa saja, tetapi standar sistem informasi keperawatan diharapkan meliputi :

1. Standar Praktik

Standar praktik menjadi penting untuk membangun sistem informasi keperawatan karena berhubungan dengan standar prosedur dan standar asuhan dimana kedua standar ini diperlukan untuk menentukan alur data dan output yang dibutuhkan dari sistem informasi keperawatan.

2. Standar Konsep dan Data


Standar konsep dan data diperlukan dalam desain terminologi keperawatan (nursing terminologies) sehingga kapanpun dan dimanapun terminologi yang digunakan bersifat tetap dan dapat dimengerti (reliable).

3. Standar Terminologi

Standar terminologi mengacu kepada penggunaan istilah yang tetap sebagai ekspresi dari konsep dan data, artinya sebuah istilah mempunyai pengertian yang baku dan mempunyai ketentuan bagaimana dan kapan istilah tersebut digunakan. Salah satu wujud dari pengembangan standar terminologi adalah klasifikasi diagnosa keperawatan menurut NANDA, OMAHA System yang diaplikasikan dalam lingkup komunitas, Home Healthcare Classification System (HHCC), Nursing Intervention Classification (NIC) dan Nursing Outcomes Classification (NOC).

4. Standar Minimum Data


Sistem informasi keperawatan memerlukan data yang lengkap dan akurat sehingga harus memenuhi standar data minimum (Nursing Minimum Data Set/NMDS). NMDS terdiri dari tiga kategori yang berisi 16 kelompok elemen data yaitu :

a. Elemen keperawatan : masalah atau diagnosa keperawatan, intervensi, kriteria hasil dan intensitas asuhan keperawatan.

b. Elemen demografi : identifikasi personal, tanggal lahir, jenis kelamin, ras dan budaya (suku) dan tempat tinggal.

c. Elemen pelayanan : kode institusi pelayanan, nomor rekam medis, nomor register perawat, tanggal masuk, tanggal keluar, disposition patient chart dan perkiraan tagihan biaya perawatan.

NMDS pertama kali dikembangkan oleh Werley pada tahun 1988 dan dikembangkan menjadi Nursing Management Minimum Data Set (NMMDS) oleh Delaney dan Huber pada tahun 1996. Selanjutnya NMDS telah diaplikasikan secara internasional menjadi i-NMDS (international NMDS) di beberapa negara seperti Belgia, Kanada, Selandia, Korea, Belanda, Spanyol, Swiss, Thailand, Inggris dan Amerika.

4. Standar Teknologi

Salah satu komponen dalam sistem informasi keperawatan adalah teknologi komunikasi dan informasi (ICT). Berdasarkan aspek teknologi maka sistem informasi keperawatan harus memenuhi standar untuk tampilan antar muka(user interface) dan sistem basis data (database).

Keempat standar tersebut merupakan pedoman yang diperlukan agar sistem informasi keperawatan bersifat universal, dapat dimengerti dan menjadi alat komunikasi yang efektif.

Standar sebagai pedoman, aturan dan karakteristik minimal dari sistem informasi keperawatan memerlukan kesepahaman dan kesepakatan dari para stakeholder. Apabila akan diterapkan secara nasional maka perlu ada kesepakatan dan pengakuan profesi. Dalam hal ini PPNI menjadi penting perannya untuk menentukan kebijakan terkait standar sistem informasi keperawatan. PPNI dapat meniru langkah IMIA Nursing Informatics Special Interest Group (IMIA/NI-SIG) yang telah mengadakan workshop dengan fokus kepada seluruh aspek nursing language, terminologi, nomenklatur, pengkodean (coding) dan sistem kalisifikasi (classification systems).

Sebagai langkah awal perlu adanya draft standar sistem informasi keperawatan yang disusun melalui sebuah penelitian. Tentunya ini adalah peluang bagi riset (penelitian) keperawatan.

Anda berminat?

Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Luka Bakar (Combustio)

1. Definisi

a. Luka bakar adalah luka yang di sebakan oleh kontak dengan suhu tinggi seperti api,air panas,listrik,bahan kimia dan radiasi; juga oleh sebab kontak dengan suhu rendah,luka bakar ini bisa menyebabkan kematian ,atau akibat lain yang berkaitan dengan problem fungsi maupun estetika. ( Kapita Selekta kedokteran edisi 3 jilid 2).

b. Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik, bahan kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam (Ilmu Bedah RSUD Dr.Soetomo, 2001.

c. Combustio adalah luka yang disebabkan oleh trauma termis, listrik, bahan kimia, dan radiasi yang mengenai kulit maupun jaringan bawah kulit . ( Djohansjah Marzoeki, M. Taufiek, M. Sjaifuddin Noer, Luka Bakar (Combustio) Pedoman Diagnosa dan Terapi Lab/UPF Ilmu Bedah RSUD Dr. Soetomo, Surabaya, 1994)

2. Etiologi

1. Luka Bakar Bahan Kimia
2. Luka Bakar Radiasi
3. Luka Bakar Suhu Tinggi
- Gas
- Cairan
- Bahan padat Luka Bakar Sengatan Listrik

3. Klasifikasi Luka Bakar

1. Berat/Krisis bila :

- Derajat 2 dengan luas lebih darei 25 %
- Derajat 3 dengan luas lebih dari 10 % atau terdapat di muka,kaki dan tangan
- Luka bakar disertai trauma jalan napas atau jaringan lunak luas atau fraktur
- Luka bakar akibat listrik

2. Sedang Bila :

- Derajat 2 dengan luas 15-25 %
- Derajat 3 dengan luas kurang dari 10 % kecuali muka,kaki dan tangan.

3. Ringan Bila :

- Derajat 2 dengan luas kurang dari 15 %
- Derajat 3 kurang dari 2 %

Luas luka bakar

Wallace membagi tubuh atas bagian 9% atau kelipatan 9 yang terkenal dengan nama rule of nine atau rule of wallace yaitu:

1) Kepala dan leher : 9%
2) Lengan masing-masing 9% : 18%
3) Badan depan 18%, badan belakang 18% : 36%
4) Tungkai maisng-masing 18% : 36%
5) Genetalia/perineum : 1%

Total : 100%

Berat ringannya luka bakar

Untuk mengkaji beratnya luka bakar harus dipertimbangkan beberapa faktor antara lain :

1) Persentasi area (Luasnya) luka bakar pada permukaan tubuh.
2) Kedalaman luka bakar.
3) Anatomi lokasi luka bakar.
4) Umur klien.
5) Riwayat pengobatan yang lalu.
6) Trauma yang menyertai atau bersamaan.

4. Tanda dan gejala Luka Bakar



5.Patofisiologi (Hudak & Gallo; 1997)



6. Indikasi Rawat Inap Luka Bakar


A. Luka bakar grade II:

1) Dewasa > 20%
2) Anak/orang tua > 15%

B. Luka bakar grade III.
C. Luka bakar dengan komplikasi: jantung, otak dll.

7. Penatalaksanaan

A. Resusitasi A, B, C.

1) Pernafasan:
a) Udara panas : mukosa rusak, oedem & obstruksi.
b) Efek toksik dari asap (HCN, NO2, HCL, Bensin) : iritasi, bronkhokontriksi, obstruksi & gagal nafas.

2) Sirkulasi:
gangguan permeabilitas kapiler (cairan dari intra vaskuler pindah ke ekstra vaskuler) : hipovolemi relatif, syok, ATN & gagal ginjal.

B. Infus, kateter, CVP, oksigen, Laboratorium, kultur luka.

C. Resusitasi cairan

Baxter :

Dewasa : Baxter.
RL 4 cc x BB x % LB/24 jam.

Anak: jumlah resusitasi + kebutuhan faal:
RL : Dextran = 17 : 3
2 cc x BB x % LB.

Kebutuhan faal:

< 1 tahun : BB x 100 cc
1 – 3 tahun : BB x 75 cc
3 – 5 tahun : BB x 50 cc
½ à diberikan 8 jam pertama
½ à diberikan 16 jam berikutnya.

Hari kedua:

Dewasa : Dextran 500 – 2000 + D5% / albumin.
( 3-x) x 80 x BB gr/hr)
(Albumin 25% = gram x 4 cc) à 1 cc/mnt.)
Anak : Diberi sesuai kebutuhan faal.

D. Monitor urine dan CVP.

E. Topikal dan tutup luka

- Cuci luka dengan savlon : NaCl 0,9% ( 1 : 30 ) + buang jaringan nekrotik.
- Tulle.
- Silver sulfa diazin tebal.
- Tutup kassa tebal.
- Evaluasi 5 – 7 hari, kecuali balutan kotor.

F. Obat – obatan

o Antibiotika : tidak diberikan bila pasien datang < 6 jam sejak kejadian.
o Bila perlu berikan antibiotika sesuai dengan pola kuman dan sesuai kultur.
o Analgetik : kuat (morfin, petidine)
o Antasida : kalau perlu

8. Komplikasi

1) Infeksi.
Infeksi merupakan masalah utama. Bila infeksi berat, maka penderita dapat mengalami sepsis. Berikan antibiotika berspektrum luas, bila perlu dalam bentuk kombinasi. Kortikosteroid jangan diberikan karena bersifat imunosupresif (menekan daya tahan), kecuali pada keadaan tertentu, misalnya pda edema larings berat demi kepentingan penyelamatan jiwa penderita.

2) Curling’s ulcer (ulkus Curling).
Ini merupakan komplikasi serius, biasanya muncul pada hari ke 5–10. Terjadi ulkus pada duodenum atau lambung, kadang-kadang dijumpai hematemesis. Antasida harus diberikan secara rutin pada penderita luka bakar sedang hingga berat. Pada endoskopi 75% penderita luka bakar menunjukkan ulkus di duodenum.

3) Gangguan Jalan nafas.
Paling dini muncul dibandingkan komplikasi lainnya, muncul pada hari pertama. Terjadi karena inhalasi, aspirasi, edema paru dan infeksi. Penanganan dengan jalan membersihkan jalan nafas, memberikan oksigen, trakeostomi, pemberian kortikosteroid dosis tinggi dan antibiotika.

4) Konvulsi.
Komplikasi yang sering terjadi pada anak-anak adalah konvulsi. Hal ini disebabkan oleh ketidakseimbangan elektrolit, hipoksia, infeksi, obat-obatan (penisilin, aminofilin, difenhidramin) dan 33% oleh sebab yang tak diketahui.

5) Kontraktur
6) Ganguan Kosmetik akibat jaringan parut

9. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

a) Aktifitas/istirahat:
Tanda: Penurunan kekuatan, tahanan; keterbatasan rentang gerak pada area yang sakit; gangguan massa otot, perubahan tonus.

b) Sirkulasi:
Tanda (dengan cedera luka bakar lebih dari 20% APTT): hipotensi (syok); penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas yang cedera; vasokontriksi perifer umum dengan kehilangan nadi, kulit putih dan dingin (syok listrik); takikardia (syok/ansietas/nyeri); disritmia (syok listrik); pembentukan oedema jaringan (semua luka bakar).

c) Integritas ego:
Gejala: masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan.
Tanda: ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri, marah.

d) Eliminasi:
Tanda: haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat; warna mungkin hitam kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan kerusakan otot dalam; diuresis (setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam sirkulasi); penurunan bising usus/tak ada; khususnya pada luka bakar kutaneus lebih besar dari 20% sebagai stres penurunan motilitas/peristaltik gastrik.

e) Makanan/cairan:
Tanda: oedema jaringan umum; anoreksia; mual/muntah.

f) Neurosensori:
Gejala: area batas; kesemutan.
Tanda: perubahan orientasi; afek, perilaku; penurunan refleks tendon dalam (RTD) pada cedera ekstremitas; aktifitas kejang (syok listrik); laserasi korneal; kerusakan retinal; penurunan ketajaman penglihatan (syok listrik); ruptur membran timpanik (syok listrik); paralisis (cedera listrik pada aliran saraf).

g) Nyeri/kenyamanan:
Gejala: Berbagai nyeri; contoh luka bakar derajat pertama secara eksteren sensitif untuk disentuh; ditekan; gerakan udara dan perubahan suhu; luka bakar ketebalan sedang derajat kedua sangat nyeri; smentara respon pada luka bakar ketebalan derajat kedua tergantung pada keutuhan ujung saraf; luka bakar derajat tiga tidak nyeri.

h) Pernafasan:
Gejala: terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama (kemungkinan cedera inhalasi).
Tanda: serak; batuk mengii; partikel karbon dalam sputum; ketidakmampuan menelan sekresi oral dan sianosis; indikasi cedera inhalasi.
Pengembangan torak mungkin terbatas pada adanya luka bakar lingkar dada; jalan nafas atau stridor/mengii (obstruksi sehubungan dengan laringospasme, oedema laringeal); bunyi nafas: gemericik (oedema paru); stridor (oedema laringeal); sekret jalan nafas dalam (ronkhi).

i) Keamanan:
Tanda:
Kulit umum: destruksi jaringan dalam mungkin tidak terbukti selama 3-5 hari sehubungan dengan proses trobus mikrovaskuler pada beberapa luka.
Area kulit tak terbakar mungkin dingin/lembab, pucat, dengan pengisian kapiler lambat pada adanya penurunan curah jantung sehubungan dengan kehilangan cairan/status syok.

Cedera api: terdapat area cedera campuran dalam sehubunagn dengan variase intensitas panas yang dihasilkan bekuan terbakar. Bulu hidung gosong; mukosa hidung dan mulut kering; merah; lepuh pada faring posterior;oedema lingkar mulut dan atau lingkar nasal.

Cedera kimia: tampak luka bervariasi sesuai agen penyebab.
Kulit mungkin coklat kekuningan dengan tekstur seprti kulit samak halus; lepuh; ulkus; nekrosis; atau jarinagn parut tebal. Cedera secara mum ebih dalam dari tampaknya secara perkutan dan kerusakan jaringan dapat berlanjut sampai 72 jam setelah cedera.

Cedera listrik: cedera kutaneus eksternal biasanya lebih sedikit di bawah nekrosis. Penampilan luka bervariasi dapat meliputi luka aliran masuk/keluar (eksplosif), luka bakar dari gerakan aliran pada proksimal tubuh tertutup dan luka bakar termal sehubungan dengan pakaian terbakar.
Adanya fraktur/dislokasi (jatuh, kecelakaan sepeda motor, kontraksi otot tetanik sehubungan dengan syok listrik).

j) Pemeriksaan diagnostik

(1) LED: mengkaji hemokonsentrasi.
(2) Elektrolit serum mendeteksi ketidakseimbangan cairan dan biokimia. Ini terutama penting untuk memeriksa kalium terdapat peningkatan dalam 24 jam pertama karena peningkatan kalium dapat menyebabkan henti jantung.
(3) Gas-gas darah arteri (GDA) dan sinar X dada mengkaji fungsi pulmonal, khususnya pada cedera inhalasi asap.
(4) BUN dan kreatinin mengkaji fungsi ginjal.
(5) Urinalisis menunjukkan mioglobin dan hemokromogen menandakan kerusakan otot pada luka bakar ketebalan penuh luas.
(6) Bronkoskopi membantu memastikan cedera inhalasi asap.
(7) Koagulasi memeriksa faktor-faktor pembekuan yang dapat menurun pada luka bakar masif.
(8) Kadar karbon monoksida serum meningkat pada cedera inhalasi asap.


2. Diagnosa Keperawatan


Marilynn E. Doenges dalam Nursing care plans, Guidelines for Planning and Documenting Patient Care mengemukakan beberapa Diagnosa keperawatan sebagai berikut :

1 Resiko tinggi bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obtruksi trakeabronkial;edema mukosa dan hilangnya kerja silia. Luka bakar daerah leher; kompresi jalan nafas thorak dan dada atau keterdatasan pengembangan dada.

2 Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan Kehilangan cairan melalui rute abnormal. Peningkatan kebutuhan : status hypermetabolik, ketidak cukupan pemasukan. Kehilangan perdarahan.

3 Resiko kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan cedera inhalasi asap atau sindrom kompartemen torakal sekunder terhadap luka bakar sirkumfisial dari dada atau leher.

4 Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan Pertahanan primer tidak adekuat; kerusakan perlinduingan kulit; jaringan traumatik. Pertahanan sekunder tidak adekuat; penurunan Hb, penekanan respons inflamasi.

5 Nyeri berhubungan dengan Kerusakan kulit/jaringan; pembentukan edema. Manifulasi jaringan cidera contoh debridemen luka.

6 Resiko tinggi kerusakan perfusi jaringan, perubahan/disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan Penurunan/interupsi aliran darah arterial/vena, contoh luka bakar seputar ekstremitas dengan edema.

7 Perubahan nutrisi : Kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan status hipermetabolik (sebanyak 50 % - 60% lebih besar dari proporsi normal pada cedera berat) atau katabolisme protein.

8 Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskuler, nyeri/tak nyaman, penurunan kekuatan dan tahanan.

9 Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan Trauma : kerusakan permukaan kulit karena destruksi lapisan kulit (parsial/luka bakar dalam).

10 Gangguan citra tubuh (penampilan peran) berhubungan dengan krisis situasi; kejadian traumatik peran klien tergantung, kecacatan dan nyeri.

11 Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan Salah interpretasi informasi Tidak mengenal sumber informasi.

3. Intervensi

Berikut ini adalah tujuan, kriteria dan intervensi untuk 5 diagnosa keperawatan utama :

a. Resiko bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi trakheobronkhial; oedema mukosa; kompressi jalan nafas.

Tujuan : Bersihan jalan nafas tetap efektif.
Kriteria : Bunyi nafas vesikuler, RR dalam batas normal, bebas dispnoe/cyanosis.

Intervensi :
- Kaji reflek gangguan / menelan; perhatikan pengaliran air liur, ketidakmampuan menelan, serak, batuk mengi.
- Awasi frekuensi, irama, kedalaman pernafasan ; perhatikan adanya pucat/sianosis dan sputum mengandung karbon atau merah muda.
- Auskultasi paru, perhatikan stridor, mengi/gemericik, penurunan bunyi nafas, batuk rejan.
- Perhatikan adanya pucat atau warna buah ceri merah pada kulit yang cidera
- Tinggikan kepala tempat tidur. Hindari penggunaan bantal di bawah kepala, sesuai indikasi
- Dorong batuk/latihan nafas dalam dan perubahan posisi sering.
- Hisapan (bila perlu) pada perawatan ekstrem, pertahankan teknik steril.
- Tingkatkan istirahat suara tetapi kaji kemampuan untuk bicara dan/atau menelan sekret oral secara periodik.
- Selidiki perubahan perilaku/mental contoh gelisah, agitasi, kacau mental.
- Awasi 24 jam keseimbngan cairan, perhatikan variasi/perubahan.
- Lakukan program kolaborasi meliputi :
- Berikan pelembab O2 melalui cara yang tepat, contoh masker wajah
- Awasi/gambaran seri GDA
- Kaji ulang seri rontgen
- Berikan/bantu fisioterapi dada/spirometri intensif.
- Siapkan/bantu intubasi atau trakeostomi sesuai indikasi.

b. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan Kehilangan cairan melalui rute abnormal. Peningkatan kebutuhan : status hypermetabolik, ketidak cukupan pemasukan. Kehilangan perdarahan.

Tujuan : Pasien dapat mendemostrasikan status cairan dan biokimia membaik.
Kriteria : tak ada manifestasi dehidrasi, resolusi oedema, elektrolit serum dalam batas normal, haluaran urine 1-2 cc/kg BB/jam.

Intervensi :
- Awasi tanda vital, CVP. Perhatikan kapiler dan kekuatan nadi perifer.
- Awasi pengeluaran urine dan berat jenisnya. Observasi warna urine dan hemates sesuai indikasi.
- Perkirakan drainase luka dan kehilangan yang tampak
- Timbang berat badan setiap hari
- Ukur lingkar ekstremitas yang terbakar tiap hari sesuai indikasi
- Selidiki perubahan mental
- Observasi distensi abdomen,hematomesis,feces hitam.
Hemates drainase NG dan feces secara periodik.
- Lakukan program kolaborasi meliputi :
> Pasang / pertahankan kateter urine
> Pasang/ pertahankan ukuran kateter IV.
> Berikan penggantian cairan IV yang dihitung, elektrolit, plasma, albumin.
- Awasi hasil pemeriksaan laboratorium ( Hb, elektrolit, natrium ).
- Berikan obat sesuai idikasi :
> Diuretika contohnya Manitol (Osmitrol)
> Kalium
> Antasida
- Pantau:
> Tanda-tanda vital setiap jam selama periode darurat, setiap 2 jam selama periode akut, dan setiap 4 jam selama periode rehabilitasi.
> Warna urine.
> Masukan dan haluaran setiap jam selama periode darurat, setiap 4 jam selama periode akut, setiap 8 jam selama periode rehabilitasi.
> Hasil-hasil JDL dan laporan elektrolit.
> Berat badan setiap hari.
> CVP (tekanan vena sentral) setiap jam bial diperlukan.
> Status umum setiap 8 jam.
- Pada penerimaan rumah sakit, lepaskan semua pakaian dan perhiasan dari area luka bakar.
- Mulai terapi IV yang ditentukan dengan jarum lubang besar (18G), lebih disukai melalui kulit yang telah terluka bakar. Bila pasien menaglami luka bakar luas dan menunjukkan gejala-gejala syok hipovolemik, bantu dokter dengan pemasangan kateter vena sentral untuk pemantauan CVP.
- Beritahu dokter bila: haluaran urine < 30 ml/jam, haus, takikardia, CVP < 6 mmHg, bikarbonat serum di bawah rentang normal, gelisah, TD di bawah rentang normal, urine gelap atau encer gelap.
- Konsultasi doketr bila manifestasi kelebihan cairan terjadi.
- Tes guaiak muntahan warna kopi atau feses ter hitam. Laporkan temuan-temuan positif.
- Berikan antasida yag diresepkan atau antagonis reseptor histamin seperti simetidin

c. Resiko kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan cedera inhalasi asap atau sindrom kompartemen torakal sekunder terhadap luka bakar sirkumfisial dari dada atau leher.

Tujuan : Pasien dapat mendemonstrasikan oksigenasi adekuat.
Kriteria : RR 12-24 x/mnt, warna kulit normal, GDA dalam renatng normal, bunyi nafas bersih, tak ada kesulitan bernafas.

Intervensi :
- Pantau laporan GDA dan kadar karbon monoksida serum.
- Berikan suplemen oksigen pada tingkat yang ditentukan. Pasang atau bantu dengan selang endotrakeal dan temaptkan pasien pada ventilator mekanis sesuai pesanan bila terjadi insufisiensi pernafasan (dibuktikan dnegna hipoksia, hiperkapnia, rales, takipnea dan perubahan sensorium).
- Anjurkan pernafasan dalam dengan penggunaan spirometri insentif setiap 2 jam selama tirah baring.
- Pertahankan posisi semi fowler, bila hipotensi tak ada.
- Untuk luka bakar sekitar torakal, beritahu dokter bila terjadi dispnea disertai dengan takipnea. Siapkan pasien untuk pembedahan eskarotomi sesuai pesanan.

d. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan Pertahanan primer tidak adekuat; kerusakan perlinduingan kulit; jaringan traumatik. Pertahanan sekunder tidak adekuat; penurunan Hb, penekanan respons inflamasi

Tujuan : Pasien bebas dari infeksi.
Kriteria : tak ada demam, pembentukan jaringan granulasi baik.

Intervensi :

- Pantau:
> Penampilan luka bakar (area luka bakar, sisi donor dan status balutan di atas sisi tandur bial tandur kulit dilakukan) setiap 8 jam.
> Suhu setiap 4 jam.
> Jumlah makanan yang dikonsumsi setiap kali makan.
- Bersihkan area luka bakar setiap hari dan lepaskan jarinagn nekrotik (debridemen) sesuai pesanan. Berikan mandi kolam sesuai pesanan, implementasikan perawatan yang ditentukan untuk sisi donor, yang dapat ditutup dengan balutan vaseline atau op site.
- Lepaskan krim lama dari luka sebelum pemberian krim baru. Gunakan sarung tangan steril dan beriakn krim antibiotika topikal yang diresepkan pada area luka bakar dengan ujung jari. Berikan krim secara menyeluruh di atas luka.
- Beritahu dokter bila demam drainase purulen atau bau busuk dari area luka bakar, sisi donor atau balutan sisi tandur. Dapatkan kultur luka dan berikan antibiotika IV sesuai ketentuan.
- Tempatkan pasien pada ruangan khusus dan lakukan kewaspadaan untuk luka bakar luas yang mengenai area luas tubuh. Gunakan linen tempat tidur steril, handuk dan skort untuk pasien. Gunakan skort steril, sarung tangan dan penutup kepala dengan masker bila memberikan perawatan pada pasien. Tempatkan radio atau televisis pada ruangan pasien untuk menghilangkan kebosanan.
- Bila riwayat imunisasi tak adekuat, berikan globulin imun tetanus manusia (hyper-tet) sesuai pesanan.
- Mulai rujukan pada ahli diet, beriakn protein tinggi, diet tinggi kalori. Berikan suplemen nutrisi seperti ensure atau sustacal dengan atau antara makan bila masukan makanan kurang dari 50%. Anjurkan NPT atau makanan enteral bial pasien tak dapat makan per oral.

e. Nyeri berhubungan dengan Kerusakan kulit/jaringan; pembentukan edema. Manipulasi jaringan cidera contoh debridemen luka.

Tujuan : Pasien dapat mendemonstrasikan hilang dari ketidaknyamanan.
Kriteria : menyangkal nyeri, melaporkan perasaan nyaman, ekspresi wajah dan postur tubuh rileks

Intervensi :
- Berikan anlgesik narkotik sedikitnya 30 menit sebelum prosedur perawatan luka. Evaluasi keefektifannya. Anjurkan analgesik IV bila luka bakar luas.
- Pertahankan pintu kamar tertutup, tingkatkan suhu ruangan dan berikan selimut ekstra untuk memberikan kehangatan.
- Berikan ayunan di atas temapt tidur bila diperlukan.
- Bantu dengan pengubahan posisi setiap 2 jam bila diperlukan. Dapatkan bantuan tambahan sesuai kebutuhan, khususnya bila pasien tak dapat membantu membalikkan badan sendiri.


DAFTAR PUSTAKA

Guyton & Hall. (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Penerbit Buku Kedoketran EGC. Jakarta

Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan). Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung

Marylin E. Doenges. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Penerbit Buku Kedoketran EGC. Jakarta.

Carpenito,J,L. (1999). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi 2 (terjemahan). PT EGC. Jakarta.

Djohansjah, M. (1991). Pengelolaan Luka Bakar. Airlangga University Press. Surabaya.

Doenges M.E. (1989). Nursing Care Plan. Guidlines for Planning Patient Care (2 nd ed ). F.A. Davis Company. Philadelpia.

Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. volume 2, (terjemahan). Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.


Ditulis oleh : Yenni Agustiani